Analisis kritis pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dibandingkan dengan realitas kondisi siswa
Analisis kritis pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD)
dibandingkan dengan realitas kondisi siswa saat ini.
Pendidikan menjadi jalan paling baik untuk meningkatkan kualitas SDM. Kami
dalam seri ini memberikan sumber belajar berupa pemikiran tokoh pendidikan dan
referensi bukunya sebagai bahan belajar mandiri secara swadaya.
Berikut
ini analisis kritis pemikiran Ki Hajar
Dewantara (KHD) dibandingkan dengan realitas kondisi siswa saat ini,
terutama terkait dengan mental,
karakter, dan metode pengajaran.
🔍 1. Tujuan
Pendidikan: Membentuk Budi Pekerti vs Fokus Kognitif
Pemikiran KHD:
- Pendidikan
harus membentuk budi pekerti (karakter), bukan hanya kecerdasan
otak.
- Tiga
aspek utama: Pikiran (cipta), Perasaan (rasa), dan Kemauan (karsa).
Kondisi Siswa Saat Ini:
- Sistem
pendidikan modern sangat menekankan nilai akademik, tes standar, dan hasil kognitif.
- Banyak
siswa mengalami tekanan akademik berlebih → stres, burnout, bahkan depresi.
- Kurangnya
waktu dan ruang untuk pendidikan karakter dan pengembangan emosional.
🎯
Analisis Kritis:
Pemikiran KHD mengingatkan bahwa output nilai tinggi tanpa karakter dan
mental sehat adalah kegagalan pendidikan. Sistem saat ini terlalu terjebak
dalam target angka, bukan pertumbuhan pribadi.
🔍 2. Peran
Guru: Fasilitator dan Penuntun vs Pemberi Materi
KHD:
- Guru
harus menjadi teladan moral
dan pembimbing spiritual dan
emosional.
- Filosofi
“Ing ngarsa sung tuladha…” menekankan kepemimpinan yang inspiratif.
Kondisi Sekarang:
- Banyak
guru masih dominan dengan gaya teacher-centered,
apalagi di sekolah negeri.
- Beban
administratif guru tinggi → waktu dan energi untuk pembinaan karakter
siswa terbatas.
- Hubungan
guru-siswa sering formal dan kurang empatik.
🎯
Analisis Kritis:
Dalam realitas, filosofi KHD belum tercermin dalam peran humanis guru. Guru perlu didukung agar bisa fokus pada peran
sebagai pendidik jiwa, bukan sekadar penyampai kurikulum.
🔍 3. Metode
Pembelajaran: Holistik dan Kontekstual vs Monoton dan Teknis
KHD:
- Pendidikan
harus menyenangkan, kontekstual, dan sesuai dengan kebudayaan dan
perkembangan siswa.
- Belajar
melalui rasa, cipta, dan karsa = pendekatan holistik.
Fakta Lapangan:
- Banyak
siswa mengeluh bahwa pembelajaran membosankan,
tidak bermakna, dan tidak relevan dengan kehidupan nyata.
- Pembelajaran
daring pasca-pandemi memperparah keterasingan siswa dari interaksi sosial.
- Penggunaan
teknologi sering tidak diimbangi dengan pendekatan pedagogis yang
manusiawi.
🎯
Analisis Kritis:
KHD menekankan pendekatan yang menyentuh jiwa siswa. Namun saat ini, teknologi
dan target kurikulum sering membuat pembelajaran menjadi impersonal dan tidak menyentuh
sisi emosi.
🔍 4.
Pendidikan Berbasis Budaya vs Serbuan Globalisasi
KHD:
- Pendidikan
harus berakar pada budaya nasional dan lokal.
- Nilai
seperti gotong-royong, sopan santun, dan kebersamaan menjadi bagian
penting dari karakter siswa.
Kondisi Siswa Saat Ini:
- Siswa
sangat terpengaruh budaya global melalui media sosial: individualisme, konsumtivisme, hingga
kekerasan verbal.
- Nilai-nilai
lokal makin terpinggirkan, apalagi di kota besar.
🎯
Analisis Kritis:
Pendidikan belum cukup mengintegrasikan kearifan lokal dan budaya Indonesia ke
dalam pembelajaran. Ada krisis identitas di kalangan siswa yang lebih
mengenal budaya luar ketimbang akar budayanya sendiri.
🔍 5. Tri
Pusat Pendidikan vs Kesenjangan Tanggung Jawab
KHD:
- Pendidikan
tidak hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga keluarga dan masyarakat.
Kondisi Saat Ini:
- Keluarga
banyak yang “melemparkan” tanggung jawab ke sekolah.
- Masyarakat
sering tidak mendukung, bahkan ikut menyumbang pengaruh negatif (bullying,
kekerasan, medsos toxic).
🎯
Analisis Kritis:
Pemikiran KHD tentang sinergi tiga pusat belum diwujudkan secara nyata. Sekolah
masih jadi satu-satunya tumpuan, padahal siswa hidup dalam sistem sosial yang
lebih luas.
✅ Simpulan
Analisis Kritis
Aspek |
Pemikiran
KHD |
Realita
Saat Ini |
Implikasi |
Tujuan Pendidikan |
Holistik (budi pekerti) |
Fokus kognitif & nilai |
Mental siswa tertekan |
Peran Guru |
Teladan & pembimbing jiwa |
Pemberi materi, beban administratif tinggi |
Relasi guru-siswa kurang manusiawi |
Metode |
Kontekstual & menyenangkan |
Monoton, daring, target kurikulum |
Siswa pasif dan jenuh |
Budaya |
Pendidikan berbasis nilai budaya |
Terdesak globalisasi |
Krisis identitas dan karakter |
Tanggung Jawab |
Tri pusat (keluarga, sekolah, masyarakat) |
Beban hanya di sekolah |
Karakter siswa tidak terbentuk utuh |
Selamat bermetaformasi
berubah pola dan kapsitas berpikir kakak. Jangkauan dan volume berpikir menjadi
lebih besar dan dapat merubah diri sendiri dan orang di sekeliling serta lebih
luas kepada manusia umumnya.
0 comments